Jumat, 15 Juli 2011

RIWAYAT RAPAT DAMAI TUMBANG ANOI (2/3)

Pada tanggal 21 Mei 1894 diadakan suatu rapat oleh kedua Kontrolir dengan kedua delegasi dari Seri Penembahan Sintang dan kedua kepala distrik dari Afdeling Tanah Dayak dan pada rapat tersebut telah ditetapkan hal-hal pokok dalam penyelesaian perkara yaitu :
1.Bahwa perkara-perkara yang terjadi lebih dari 30 tahun yang lalu tidak akan dibicarakan, kecuali jika pihak yang dituntut dalam perkara-perkara penting demikian, telah memberikan apa yang di sebut turus/piturus kepada penuntut sebagai bukti itikat baiknya untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan.
2.Bahwa telah ditetapkan jangka waktu 40 hari, terhitung dari rapat tersebut untuk mengajukan keluhan-keluhan (keberatan) secara lisan maupun dengan surat permohonan kepada para Kontrolir.
3.Bahwa ketidak hadiran pihak yang dituntut atau saksi-saksi, setelah waktu yang ditetapkan diatas, tidak makan menjadi suatu halangan lain absensia, dalam hal jika sesuai pendapat rapat tuntutan tersebut mempunyai dasar yang benar dan dianggap terbukti menyakinkan.
Mengenai hukuman-hukuman yang akan dikenakan telah ditetapkan peraturan-peraturan sebagai berikut :
A.Perkara-perkara pembunuhan
1.Berupa hasil serangan untuk pemenggalan kepala
2.Pengorbanan manusia yang dibagi kedalam:
a.Berupa pembunuhan yang berdiri sendiri
b.Berupa pembunuhan balas dendam
Untuk pemengalan kepala tergugat biasanya membayar Sahiring (=pati ntawa, tunggul, bali) kepada keluarga terdekat dari yang dibunuh seterusnya selalu diikuti dengan tipuk danum berupa persembahan korban damai yang meniadakan semua bentuk balas dendam di kemudian hari. Dahulu, tipuk danum terdiri atas seorang manusia dan 100 ramu yang (dinilai dengan 2 jipen/ulu atau 60 gulden), dan menurut kebiasaan sekarang dinilai dengan satu kerbau dan 100 ramu.
Menurut peraturan adat, jumlah sahiring dengan menpertimbangkan tingkat sosial dan tingkat kekayaan orang yang di penggal kapalanya, dapat bervariasi antara 20 s.d 100 jipen atau ulun, berupa jipen atau ulun yang dinilai sama dengan 15 real atau 30 gulden.
Apabila dikedua belah pihak, jumlah orang yang di penggal sama maka keduanya didamaikan dengan seling memberi tipuk danum. Sedangkan jika jumlah orang yang dipenggal kepalanya tidak sama, maka pihak yang memenggal kepala lebih banyak harus membayar sahiring untuk jumlah pembunuhan lebih yang mereka lakukan.
Balas dendam.
Apabila salah satu pihak bermaksud membalas dendam, dengan memenggal beberapa orang yang sama sekali tidak ada hubungannya deengan perkara semula, maka pihak ini akan menerima sahiring dari pihak yang memenggal kepala, ditambah sejumlah uang berupa pengaturui yang kurang lebih sama dengan sahiring.
Korban manusia.
Akibat korban manusia (kabalik, tului) pada acara pesta kematian, tiwah. Pihak yang memberi seorang yang akan dijadikan korban manusia. Membayar (apabila ia memperoleh keuntungan dari pemberian korban manusia itu) saparuh sahiring, dan pihak yang membunuh korban manusia membayar separuhnya. Selain tipuk danum. Apabila pemberian tidak dapat keuntungan, yang memberi hanya membayar dalam jumlah tertentu yang dinamakan tantumahan, yang nilainya kurang dari separuh sahiring. Pihak yang membunuh membayar sisa sahiring dan ditambah tipuk danum. Apabila yang digunakan sebagai korban manusia tidak diberikan atau dibeli, pihak pembunuh harus membayar sepenuhnya jumlah sahiring dan tipuk danum.
Panawar
Orang yang ditawan biasanya disebahkan oihak yang menawan kecewa tidak dipenuhinya tuntutan tertentu dan upaya menguatkan tuntutan tersebut dangan peteng lenge sebagai berikut :
a.Apabila seorang ditawan, hanya karena orang lain, terlebih dahulu diadakan penelitian mengenai alasan menawan orang yang bersangkutan, dan dalam ini perlu diambil keputusan. Sesudah itu dengan mempertimbangkan jumlah hari orang tersebut ditawan, pihak yang menawan diwajibkan membayar peteng lenge kepada tawanan dan kepala kampung dimana tawanan itu ditangkap, membayar uwan.
b.Apabila seorang ditawan karena anggota keluarganya atau anggota marganya terlibat dalam perkara-perkara yang belum diselesaikan perkara-perkara tersebut dipaksa dan diambil suatu keputusan terlebih dahulu. Dalam hal ini diperhatikan bahwa tidak selesainya perkara-perkara tersebut merupakan sebab seseorang tidak bersalah harus menderita. Selanjutnya ditentukan satu kali lagi suatu peteng lenge, tetapi dalam jumlah yang lebih besar dari semulanya.
Perampokan
Alasan-alasan untuk perampokan adalah sama dengan yang perkara tawanan diatas. Bedanya adalah suatu pihak tidak menawan seseorang untuk memperkuat suatu tuntutan, tetapi memberi pada diri sendiri suatu hak untuk merampok apa yang tidak dapat diperoleh dengan secara damai melalui perundingan-perundingan. Perkara ini diselesaikan dengan cara yang mirip pada perkara tawanan, namun pembayaran penteng lenge diganti dengan pembayaran saki.
Perkawinan dan warisan
Karena banyak sekali perkara-perkara yang aneka ragam (tidak hanya perzinahan, perzinahan yang menyebabkan si wanita hamil, diusir atau ditinggalkan suami atau istri, melarikan wanita yang telah kawin, dsb), maka tidak dapat dirancang suatu pedoman yang mantap untuk menangani perkara-perkara tersebut. Dalam rapat/sidang yang menangani perkara-perkaraan khusus tersebut diatas, hendaklah di tentukan suatu peraturan yang layak dikenakan.
Pembayaran
Pembayaran dengan barang-barang yang disimpan dibebankan kepada pelaku-pelaku kejahatan. Apabila telah meninggal, ahli-ahli waris harus membayarnya dan apabila ternyata terdapat ahli-ahli waris yang dapat membayarnya. Kalau tidak tagihan dihapus karena tidak dapat ditagih. Akan tetapi untuk menghindarkan balas dendam, bila terkait dengan perkara-perkara pembunuhan, anggota keluarga dari yang meninggal wajib menerima tipuk danum untuk mendamaikan kedua belah pihak.
Penagihan
Pihak yang dipenuhi tuntutannya dilarang mengambil sendiri tagihannya. Ganti rugi yang ditetapkan akan ditagih sesudah rapat selesai dengan perantara pemerintah dan sedapat mungkin dilakukan pembayaran antara afdeling dengan dompet tertutup. karena itu, kami menggangap perlu, sesudah ditagih ganti rugi, dalam masa satu tahun, untuk mengirim suatu panitia dari Afdeling yang akan membayar saldo tersebut.

Setelah ditetapkan peraturan-peraturan umum ini, maka rapat keesokanharinya yaitu tanggal 22 Mei 1894 dibuka dengan upacara khidmat dan tembakan 21 kali. Mula-mula jumlah yang hadir tidak banyak, tetapi makin lama jumlah yang hadir makin memuaskan, karena belum genap tiga minggu, sesudah pembukaan, semua kepala Melawi, kecuali satu orang yaitu Raden Mangku dari Sangkai, belum hadir pada rapat tersebut. Dari Tanah Dayak hanya kepalanya yang tidak hadir yaitu Temanggung Nyaring, kepala sub-distrik Kapuas Tengah.
Selain itu, jumlah orang yang mengajukan perkara makin hari makin banyak, bahkan sedemikian rupa sehinga menjelang akhir persidangan, jumlah yang hadir termasuk pula orang-orang yang meneruh perhatian, para pengiring, pedagang, dsb diperkirakan lebih dari 1000 orang. Demikianlah setiap hari terus dilakukan penanganan dan penyelesaian perkara-perkara yang telah diajukan. Menurut laporan, sebanyak 233 perkara telah diajukan, diantaranya telah ditolak karena kadaluarsa 24 perkara dan karena tidak beralasan atau kekurangan bukti sebanyak 57 perkara.
Selain acara pokok persidangan, diadakan juga acara-acara hiburan sebagai selingan antara lain Kandan dan Parung. Kandan adalah lagu yang disampiakan dalam bahasa kuno “sangiang” yang lazim disebut Tamalik, sedangkan Parung adalah sastra atau lagu yang disampaikan dalam bahasa sehari-hari (Ot Danum) yang mudah dimengerti. Hakekat kedua bentuk itu sama yaitu menyampaikan pesan, sanjungan, terimakasih kepada orang lain yang telah berbaik budi kepada kita. Selama pertemuan itu telah ditunjuk dua orang Mirang dari tanah Siang dan Andeng dari Tanah Siang Tengah untuk membawakan syair-syair Kandan dan Parung. Mereka berdua terkenal dengan suaranya yang merdu dan syair-syair yang dibawanya mengharukan sehingga ada beberapa peserta rapat yang meneteskan air mata ketika mendengarkan lagu-lagu tersebut, apalagi menjelang larut malam dan sebuh. Damang Batu menghadiahkan masing-masing sebuah belangga “halamaunghatungap” kepada Mirang dan Andeng atas jasa menghibur orang banyak yang datang di acara rapat tersebut.
Adapun hasil Rapat damai tersebut adalah sebagai berikut :
1.Penghentian permusuhan “3H” antar suku di Borneo (Kalimantan)
2.Penghapusan sistem hamba sahaya jipen dan mereka dibebaskan dari segala keterikatan dengan majikannya agar mereka juga dapat hidup dengan layak sebagaimana masyarakat biasanya, diperlakukan sama sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia makhluk Tuhan dan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.
3.Hamba sahaya tidak boleh lagi dipertukarkan, dan wujud nilainya diganti dengan barang-barang seperti guci, tanah, kebun, dll
4.Menyeragamkan dan memperlakukan hukum adat yang bersifat umum, misalnya seorang yang membunuh harus membayar sahiring.
5.Menata dan memberlakukan adat istiadat secara khusus di daerah masing masing sesuai dengan tata kehidupan yang dianggap baik.

bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar