Jumat, 15 Juli 2011

Mencintai Dan Setia Seperti Enggang





Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Coraciiformes
Family: Bucerotidae
Genus : Buceros
Speciaes : Buceros rhinoceros

Enggang (hornbill), atau Buceros rhinoceros, sejenis burung yang besar badannya dan paruhnya panjang. Yang jantan memiliki mata berwarna merah atau oranye, dan yang betina bermata putih. Panjangnya mencapai 122 cm. Dapat hidup hingga 35 tahun. Bisa dijumpai di Malaysia, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.

Dalam budaya Kalimantan, burung enggang (tingan) merupakan simbol “Alam Atas” yaitu alam kedewataan yang bersifat “maskulin”. Di Kalimantan, burung enggang sakti dipakai sebagai lambang daerah atau simbol organisasi seperti di Lambang Negeri Sarawak, Kalimantan Tengah, Simbol Universitas Lambung Mangkurat dan sebagainya. Burung enggang diwujudkan dalam bentuk ukiran pada budaya Dayak, sedangkan dalam budaya Banjar, burung enggang diukir dalam bentuk tersamar (didistilir) karena budaya Banjar tumbuh di bawah pengaruh agama Islam yang melarang adanya ukiran makhluk bernyawa.

Cinta dan Kesetiaan Enggang

Selain itu tahukah anda bahwa burung enggang merupakan burung yang setia pada pasangannya dimana burung enggang jantan tak akan pernah berganti pasangan seumur hidupnya. Perlu diketahui juga bahwa pada saat mereka membesarkan anak-anak mereka maka pejantan dan betinanya melakukan peranannya masing-masing. Pada masa-masa ini pejantan akan bertugas mencari makanan berupa buah-buahan, kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga sedangkan sang betinanya akan bertugas untuk menjaga anak-anaknya di dalam sarang. Hal ini akan mereka lakukan selama anak mereka belum bisa terbang.

Sungguh luar biasa bukan? Sebagai putra borneo, saya sangat berterima kasih kepada Tuhan (Jubata) yang telah menciptakan burung ini dan menempatkan mereka di salah taman di bumi ini, yaitu “Borneo Island”. Melalui burung ini sebenarnya kita dapat belajar mengenai nilai kearifan dan kesetiaan. Tak dapat disangkal lagi sejak jutaan tahun lalu binatang seperti burung enggang sudah berperan aktif dalam pelestarian hutan. Dengan makanan utama mereka yang berupa biji-bijian mereka telah berjasa dalam penyebaran benih-benih tanaman dan pepohonan yang membuat hutan ini tetap lestari. Sebenarnya tanpa kita (manusia) sadari sebenarnya mereka juga telah ikut menjaga bumi ini agar tetap nyaman untuk ditinggali.

Melalui burung ini juga hendaknya kita yang katanya merupakan makhluk yang paling bijaksana mau berkaca dan berani untuk berintropeksi mengenai kehidupan kita sehari-hari. Tentang cinta dan kesetiaan, apakah kita sudah setia seperti enggang? Dalam menjalin hubungan antar sesama manusia saja terkadang kita tidak mampu untuk mencintai dengan tulus apalagi untuk setia. Sepasang manusia yang sudah menikah saja bisa bercerai karena tidak setia. Lihat saja contoh perkawinan pasangan selebritis kita yang hancur karena perceraian. Ketika mereka ditanyai mengenai hal tersebut jawaban akhirnya biasanya begini “Yah,..ini mungkin kehendak yang di atas. Jawaban seperti ini biasanya akan terlontar ketika sudah tidak ada lagi jawaban yang bagus untuk meyakinkan publik bahwa apa yang menjadi keputusan mereka itu benar. Aneh bukan? Kita manusia ternyata lebih mudah untuk menyalahkan Tuhan ketika kita gagal, yang dalam hal ini gagal memelihara “cinta” yang merupakan anugerah yang sangat luar biasa.

Tentunya cinta dan kesetiaan itu tidak melulu harus menyangkut hubungan antar manusia. Manusia sebagai variabel dominan dalam keberlangsungan kehidupan di bumi ini hendaknya dapat menyadari bahwa dirinya memiliki peranan yang sangat menentukan nasib planet ini. Dalam kondisi seperti sekarang ini dimana bumi semakin sekarat karena pemansan global, kita sebagai manusia harus dengan rendah hati mengakui di hadapan Alam bahwa selama ini kita telah salah. Manusia ternyata telah menjadi makhluk perusak nomor 1 (satu) di bumi ini.

Lalu dimana letak kesalahan kita selama ini? Kembali pada kehidupan burung enggang, mereka telah menunjukkan cinta dan kesetiaan yang nyata sesuai dengan derajad mereka sebagai binatang. Seharusnya kita juga demikian sebab kita dapat memberikan cinta yang lebih kepada bumi ini. Cinta kepada alam dapat diwujudkan dengan pemeliharaan dan pengelolaan sumber daya alam secara arif dan bijaksana, tidak seperti selama ini, kita justru lebih rakus dari binatang. Eksploitasi tanpa batas telah menyebabkan planet ini sakit. Berbagai macam bencana alam seperti badai, banjir, longsor, dan kebakaran hutan datang bergantian. Seharusnya dengan bencana seperti itu kita semakin sadar bahwa alam juga memiliki amarah. Ketika alam terlalu disakiti dan dikhianati maka ia akan dapat dengan mudah menghilangkan nyawa manusia. Demikian juga dengan kesetiaan, kesetiaan kita kepada planet ini dapat kita wujudkan dengan memelihara alam ini secara terus menerus tanpa ada batas waktu seperti enggang yang tak pernah mengeluh.
Sumber : www.borneo-arts.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar