Jumat, 15 Juli 2011

Cerita Makhluk Misterius Budaya Dayak (1)

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Severianus Endi

PONTIANAK, KOMPAS.com —
Masih ingat kisah Kek Tung? Makhluk mistis penjaga hutan di pedalaman Kalimantan Barat berupa harimau dahan dengan suara "kung kung kung" yang sayup namun menggetarkan.

Di Desa Balai Semandang, Kabupaten Ketapang, Kalbar, sekitar 120 kilometer dari Kota Pontianak, makhluk itu disebut Kek Tung. Ia hanya bersuara di tengah rimba belantara, dan jarang-jarang orang bisa melihat wujud aslinya.
Di daerah lain di pedalaman Kalbar, yakni Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, sekitar 200 kilometer dari Kota Pontianak, makhluk ini disebut Kek Catok. Ada legenda tersendiri, mengapa masyarakat menyebut makhluk ini sebagai Kek Catok.

Tokoh Dayak Simpakng yang telah lama tinggal dan bekerja di Kota Pontianak, FX Beleng (53), menuturkan, hikayat Kek Catok sudah begitu menyatu dalam ritme kehidupan masyarakat pedalaman sebagai penjaga hutan yang paling tua. Itu sebabnya, mereka senantiasa mengelola hutan secara lestari, mempertahankan tradisi berladang, dan menolak perkebunan monokultur yang merusak alam.

"Selain Kek Catok, kami juga menyebutnya togukng, macatn daan, serta remaong. Wujudnya benar-benar berupa satwa, tetapi memiliki nilai mistik melalui suaranya. Jika bersuara, isyarat akan terjadi sesuatu, pada umumnya ke arah yang buruk," tutur Beleng, yang oleh Komunitas Dayak Simpakng di Kota Pontianak diberi kepercayaan sebagai tamongokng atau semacam kepala adat.

Sesuatu yang buruk tersebut bisa berupa gagal panen, tokoh tertentu akan meninggal dunia, serta malapetaka. Juga isyarat onya sumakng labatn atau orang yang menikah dengan hubungan sedarah yang amat dilarang adat.

"Tapi manusia sekarang bisa berhubungan dengan togukng, melalui keturunannya yang masih hidup hingga kini. Misalnya meminta bantuan mengobati suatu penyakit, atau sebaliknya untuk berperang," tutur Beleng.

Jadi, hewan mistis itu pernah menikah dengan manusia? Beleng mengangguk dan meyakinkan, hingga saat sekarang pun keturunan susur galurnya masih ada dan hidup biasa seperti orang kebanyakan.

Adoria Nitty (47), petinggi adat Banua Simpakng, yang kesehariannya mendapat mandat sebagai tetua adat di Desa Banjur Karab, Kecamatan Simpang Dua, menuturkan, siapa yang punya susur galur dengan togukng bisa memanggil dia melalui beberapa ritual.

Yakni membakar bulu ayam putih, dengan sesaji berupa daging, hati, dan darah ayam putih, ujung kaki, ujung paruh, dan ujung jengger, serba sedikit dalam kondisi matang dengan dipanggang. Sambil membakar bulu ayam, mantera dirapalkan.

"Apabila mangkuk tempat sesaji yang digantungkan bergoyang-goyang, itulah pertanda Kek Catok akan muncul. Togukng muncul dengan terbang ke atap rumah, disertai suara rantai yang bergesekan dengan lantai," tutur Nitty.

Pernah melihat wujudnya
Baik Beleng maupun Nitty sama-sama mengaku pernah melihat wujud togukng yang nyata. Meskipun jarang-jarang orang biasa mampu melihatnya langsung, selain hanya mendengar suara "kung kung kung" yang menyeramkan.

Beleng bahkan pernah melihatnya pada 2007 silam, hanya sayangnya sosok langka itu tidak terdokumentasikan. Menurut Beleng, saat itu dirinya berlibur ke kampung, dan mendengar seseorang telah menembak togukng saat berburu di hutan.

Wah, kenapa makhluk mistis ini bisa mati tertembak senapan lantak biasa? Beleng menilai, naas bisa saja menimpa togukng, yakni dalam bahasa lokal disebut kempunan.

Kempunan berarti suatu malapetaka yang sewaktu-waktu bisa menimpa, tanpa bisa diprediksi. Biasanya kempunan terjadi jika kita tidak menyentuh makanan yang ditawarkan seseorang, sebelum kita bepergian.
Makanya dalam tradisi masyarakat Dayak, jika saat hendak bepergian tiba-tiba ditawarkan makanan, haruslah diterima, minimal disentuh atau disebut pusak.

"Togukng pun bisa saja kempunan, entahlah apa sebabnya. Akibat kempunan itu, dia bisa mati tertembak pemburu," ujarnya.

Suatu hari di tahun 2007 itu, di Desa Sekatap, Kecamatan Simpang Dua, sekitar 240 kilometer dari Kota Pontianak, seseorang memberitahu Beleng ada hewan diduga togukng ditembak warga. Ia pun bergegas ke rumah warga itu, dan mengamati bangkai hewan sekira ukuran kambing jantan itu.

"Itu memang togukng karena ciri-cirinya persis penuturan orang-orang tua kita. Ada keanehan di tubuhnya, yakni guratan menyerupai gambar pedang, senapan lantak, parang, dan atribut masyarakat Dayak lainnya," kata Beleng.
Bagaimana si penembak sampai tak mengenali kalau makhluk itu adalah togukng? Rupanya saat berburu malam hari di tengah hutan, warga itu dikagetkan dengan sosok gelap di atas pohon mengeluarkan suara "kung kung kung" dengan sorot mata berbinar dalam kegelapan.

Kaget disertai takut, reflek dia mengarahkan ujung senapan lantak ke arah kening hewan itu, dan menarik picu. Dor, suara tembakan memecah malam, dan sosok itu pun runtuh ke bumi.

Sampai saat hewan buruan dipikul ke kampung, sang pemburu masih belum menyadari ia telah menembak togukng. Nah, saat pemburu itu tidur malam itu juga, isyarat buruk muncul.

Dia bermimpi bahwa yang ditembak adalah anak macan. Ada semacam ancaman, jika dia kembali masuk hutan dan berjumpa dengan kerabat togukng lainnya, maka dia akan dibunuh sebagai balas dendam kesumat.

"Tiga bulan lamanya, sang penembak itu tak berani keluar rumah. Kami menggelar ritual adat ngurokng minu, artinya mengurung semangat si penembak, agar tidak mengembara ke mana-mana. Ritual ini dipimpin seorang dukun, yang minta perlindungan kepada Yang Kuasa agar tak terjadi mara bahaya," ujar Beleng. (bersambung)
sumber : Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar