Jumat, 15 Juli 2011

Patung Burung Garuda Kesultanan Sintang Akan Dipamerkan




BANJARMASINPOST.CO.ID, SINTANG - Kepala Bidang Museum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sintang Siti Musrikah mengatakan patung burung garuda yang menjadi lambang Kesultanan Sintang akan dipamerkan di Bandung.

"Dalam waktu dekat akan ada pameran perbatasan di Museum Konferensi Afrika Bandung dan patung burung garuda itu diminati untuk ikut dibawa," kata Siti Musrikah di Sintang, Minggu.

Ia mengatakan, pameran itu mengambil tema Kalimantan Barat Dalam Naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Kegiatan akan berlangsung selama dua bulan yaitu minggu ketiga Desember hingga bulan Januari 2011 nanti," kata Pengelola Museum Kapuas Raya Sintang ini.

Ia mengatakan, mengenai peminjaman lambang garuda itu, sudah mendapat surat langsung dari Kepala Museum Asia Afrika belum lama ini.

"Mereka juga meminta Museum Kapuas Raya Sintang turut berpartisipasi dalam pameran itu dengan membantu menyiapkan materi lainnya," jelasnya.

Dalam pameran nanti, ia mengatakan Museum Kapuas Raya akan memamerkan berbagai dokumen dari Sintang seperti film dokumenter berjudul "Indonesia di Tepi Batas", foto Desa Jasa Kecamatan Senaning, pakaian pengantin tradisional.

"Kita juga akan menampilkan alat musik tradisional Dayak, Melayu dan Tionghoa serta Tenun Ikat khas Sintang," ujarnya.

Menurutnya, pameran yang akan diikuti tersebut banyak mengambil bahan pamer dari Sintang, tetapi ada juga yang diambil dari Kesultanan Pontianak.

"Karena, silsilah burung garuda yang akan dipemerkan itu dulunya dipinjam Sultan Hamid II untuk ikut sayembara lambang negara," ucapnya.

Kemudian, kata dia, setelah melalui perubahan, maka burung garuda yang dimaksud tersebut ditetapkan sebagai lambang negara.

"Alasan dipilihnya Museum Kapuas Raya sebagai wakil Kalbar dalam even pameran itu karena museum kita merupakan satu-satunya museum yang berada tepat di kawasan perbatasan, kabupaten lain tak punya museum selain provinsi," imbuhnya.

Dalam pameran itu, ia mengatakan, pelajar Sintang juga diundang untuk belajar serta melakukan tatap muka secara langsung dengan pelajar dari kota Bandung.

"Pelajar dari Sintang hanya 4 orang, dari SMAN 3 dan SMA Pancasetya," jelasnya.

Diakui dia, pelaksanaan pameran perbatasan di Museum KAA itu akan memberikan banyak manfaat bagi Sintang.

"Terutama dalam upaya kita mempromosikan daerah," ucapnya.

Menurutnya, tujuan dari pameran itu adalah agar masyarakat lebih mengenal daerah perbatasan provinsi Kalbar khususnya Sintang.

"Juga untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menggelorakan semangat mempertahankan wilayah perbatasan," jelasnya.

Saat ini, menurutnya, museum KAA sedang mempersiapkan pelaksanaan pameran dengan melakukan pengumpulan informasi, foto-foto, dokumen dan buku-buku mengenai kebudayaan.

"Museum penyelenggara sedikit mengalami kesulitan untuk mendapatkan barang pamer, tetapi terus diupayakan," kata dia.

Situs Kalimantan News dalam menampilkan bahwa Raja Sintang H.R.M.Ichsani Ismail Tsyafioeddin dalam sebuah ritual adat kerajaan melayu pada pernikahan salah satu keponakannya mengatakan bahwa Sultan Hamid II dari Kesultanan Pontianak yang disebut-sebut sebagai pencetus ide lambang negara ini, telah meminjam lambang kerajaan Sintang.

Peristiwa itu tepatnya di tahun 1948 dan dibawa ke Pontianak. Sultan Hamid II sendiri merupakan putra pertama Raja Kesultanan Pontianak Sultan, Syarif Muhammad Alkadrie.

Sultan Sintang dan tokoh sepuh yang masih kerabat Keraton, Gusti Djamadin mengaku masih menyimpan dokumen peminjaman lambang kerajaan Sintang oleh Sultan Hamid II tersebut.

Lambang kerajaan Sintang sendiri yang kini masih tersimpan di Istana Al Muqqaromah Sintang ada berupa patung burung yang memang sama dengan lambang negara kita saat ini.

Patung burung itu sendiri menurut Gusti Djamadin dibuat oleh seorang putra Dayak yaitu Sutha Manggala di masa kerajaan Sultan Abdurrahman. Patung tersebut disyahkan sebagai lambang kerajaan Sintang tahun 1887.

Gambar patung burung yang kemudian dijadikan sebagai lambang Kesultanan Sintang ini menurut penuturan Gusti Djamadin diambil dari salah satu bagian gantungan gong dari bagian seperangkat gamelan yang dijadikan barang hantaran lamaran Patih Lugender kepada Putri Dara Juanti.

Pada bagian gantungan gong terdapat ukiran menyerupai burung garuda. Memiliki dua kepala yang berlawanan pandang. Satu kepala asli burung namun satu lagi menyerupai kepala manusia. Sedangkan pada lambang Sintang kepala patung diukir menyerupai kepala manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar